Cast : Lee Hyukjae
Jang Jinhye
Note : berhubung FF nya belum jadi hahahaha jadi author keluarin deh nih teaser versi kedua biar makin penasaran (?) author janji ini FF ga bakal lama lagi rilis *apaandeh*
Hyukjae menghela napas panjang yang sudah sekian kali ia lakukan sepanjang hari ini.
Aktivitas wanita itu menunjukkan tanda-tanda hiatus. Tidak ada hal yang menonjol dilakukannya. Jinhye hanya keluar untuk membeli bahan makanan, dan selebihnya wanita itu terus mengurung diri di dalam rumahnya.
“Apa yang sebenarnya sedang ia kerjakan?” gumam Hyukjae penasaran.
Ia merindukan Jinhye, tidak diragukan lagi. Namun ego sebagai pria menahannya untuk menemui wanita itu.
Teleponnya tiba-tiba berdering, Hyukjae berniat mengabaikannya, namun terus berdering.
Deringan keenam ia mengangkatnya.
“ne, Yeobsoyo?”
“Hyukjae-ssi… bisa,,bisakah kau kesini?” tanya orang di seberang dnegan cepat.
Hyukjae tersenyum.
Jang Jinhye, kenapa dia meneleponku? Apa ia sudah memaafkan kejadian malam itu? pikir Hyukjae.
“Wae geurae?” tanya Hyukjae.
“A..aku takut, a..ada.. ah putakhaeyo!!” jawab Jinhye dengan suara mendesak.
Hyukjae menangkap nada takut dari suara Jinhye, ia tersenyum, wanita itu akhirnya mengakui kalau membutuhkan dirinya.
“arrasseo aku ke sana sekarang.”
Hyukjae bangkit, berjalan cepat ke area parkir, mengabaikan sapaan karyawan-karyawannya.
Hatinya berbunga-bunga. Jang Jinhye meneleponnya, karena membutuhkannya, entah karena apa tapi ia dipanggil dan wanita itu memerlukan pertolongannya.
Senyum Hyukjae mengembang mengetahui Jinhye yang menunggunya di teras dan langsung berdiri melihat mobilnya memasuki halaman.
Namun senyum Hyukjae perlahan menghilang ketika wajah pucat Jinhye semakin terlihat jelas ketika ia mendekat.
Tubuh wanita itu juga sedikit gemetar, dengan ekspresi wajah yang meniratkan kecemasan dan ketakutan.
“Wae geurae?” tanya Hyukjae.
“Di..dalam.. a..da … bangkai..”
Hyukjae tersenyum simpul.
Bangkai,hanya bangkai wanita ini sampai meneleponku, pikirnya.
“Eodie?” tanyanya.
“Di atas meja makan.. di .. dapur…” jawab Jinhye lirih.
“Tenanglah aku akan membereskannya.”
Hyukjae amsuk, namun ketika mengetahui apa persisnya bangkai yang dimaksud, ia mengumpat keras-keras.
Buru-buru ia keluar, napasnya memburu menahan amarah yang memuncak.
“Siapa yang mengirimkannya?” tanya Hyukjae cepat.
Jinhye menggeleng.
“Tidak ada nama pengirim, ataupun alamat.. Tukang posnya juga tidak bilang apa-apa..”
Hyukjae serasa ingin meledak mendengar jawaban Jinhye, namun yang ia lakukan justru memeluk wanita itu, menenangkannya.
Hyukjae menelepon polisi lokal untuk menyelidiki siapa pengirim bangkai kucing hitam yang mati dengan cara dibunuh secara tragis itu.
“Kami akan berusaha untuk menemukan pengirimnya, tapi saya rasa akan membutuhkan waktu lama.”
Baik Jinhye maupun Hyukjae menyadari tatapan aneh dari sheriff yang sudah berumur 40-1n ini.
Hampir semua golongan tua di kota itu tahu insiden yang menyebabkan perseteruan yang tidak seimbang mengingat keluarga Lee mempunyai perusahaan dimana separuh dari warga kota bergantung, sementara keluarga Jang tragisnya terkenal karena keburukan kedua orang tua Jinhye.
“Cepat temukan dia, bagaimanapun caranya.” ucap Hyukjae.
Sheriff itu mengangguk lalu mohon diri untuk melanjutkan penyelidikan bersama anak buahnya.
Hyukjae berbalik.
“Bangkainya sudah dibawa pergi, polisi juga sudah memulai penyelidikan, aku sudah tidak ada urusan lagi di sini, kalau begitu… aku pulang.”
Hyukjae menanti jawaban Jinhye tapi gadis itu hanya menunduk, Hyukjae bahkan ragu wanita itu mendengarkannya.
Namun ketika ia berbalik untuk pergi, Jinhye justru memegang kain belakang jasnya, menahannya untuk tinggal.
Hyukjae menoleh, wanita itu masih menunduk, seolah tidak sadar apa yang telah dilakukannya.
Hyukjae kembali memeluknya, kali ini lebih erat.
Dan seketika pertahanan Jinhye runtuh, tangisnya pecah. Hyukjae menggiringnya masuk ke dalam rumah, menemani Jinhye menumpahkan semua emosinya yang terpendam.